Iklan google

Iklan

'makalah ayat2 tentang etika kepemilikan harta

 

Makalah tentang etika kepemilikan harta

MAKALAH TENTANG

Ayat-ayat tentang Etika Kepemilikan Harta



DAFTAR ISI

 

DAFTAR ISI................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang.................................................................................................1

B.   Rumusan Masalah ...........................................................................................3

C.   Tujuan...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A.    Surah An-nisa’ : 29..........................................................................................4

B.     Kata mufrodat Surah An-nisa’ : 29..................................................................4

C.      Asbabul nuzul Surah An-nisa’ : 29.................................................................5

D.    Penafsiran Surah An-Nisa’ : 29........................................................................6

E.     Kandungan Surah An-nisa’ : 29......................................................................10

 

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan....................................................................................................12

Daftar Pustaka

 

 

KATA PENGANTAR

 

Assalamualikum Wr.Wb

Alhamdulilah, kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehigga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan penuh kemudahan. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah memberi petunjuk kepada umatnya lewat ilmu-ilmu yang di bawa oleh Beliau.

Makalah ini berisi tentang “Ayat-ayat tentang Etika Kepemilikan Harta”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari penafsiran surat an-Nisa’ ayat 29. Dengan demikian,diharapkan agar pembaca dapat memperluas ilmu.

Kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Saran dan kritik dari pembaca yang bersifat  membangun sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.Aminya robbal alamin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Penyusun

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.      Latar Belakang

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku spanjang zaman dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan diakhirat nanti. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas, dan general.Untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut harus melewati jalur tafsir [1] sebagaimana dilakukan para ulama.[2]

 Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang etika kepemilikan harta [3] dan pembahasannya dari penafsiran surat An-Nisa’ ayat 29(hak milik pribadi).

Ada dua kosa kata yang digunakan al-Quran untuk arti harta, مال (Maal) dan خير (khayr).Maal secara etimologi berarti miring, cenderung, menyeleweng, selingkuh.

Maal (harta) juga diartikan sesuatu yang dimiliki manusia.Mayoritas ulama mendefinsikan Maal adalah segala sesuatu yang dapat dan boleh diambil manfaatnya, atau berpotensi bermanfaat, baik berupa barang, jasa, piutang maupun hak.Harta terbagi pada uang, barang, manfaat (jasa), piutang, dan hak.

           

 

 

Kepemilikan (الملكية) secara etimologi adalah penguasaan atas sesuatu. Secara terminologi adalah hubungan manusia dengan sesuatu (harta) yang memungkinkan untuk memanfaatkannya dan menggunakannya dan mencegah pihak lain menggunakannya.[4]

            Kepemilikan terhadap sesuatu pada hakikatnya adalah milik mutlak Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah saja. Allah-lah pemilik harta benda, kerena Dia yang menciptakannya, menciptakan sumber produksinya serta memudahkan sarana untuk mendapatkannya.Sebab-sebab kepemilikan:

      a.       Pelimpahan hak milik tanpa usaha keras (waris-wasiat).

      b.      Pencarian, seperti (nelayan, berburu, pemulung dll).

      c.       Transaksi, seperti jual beli, sewa dll.

      d.      Keputusan hakim terhadap perubahan status kepemilikan umum, seperti tanah dan perkebunan.

      e.       Zakat, nafkah, hasil denda, dan harta nadzar.

      f.       Kerja fisik dan non fisik (intelektual), seperti karyawan, penemuan, hak cipta dll.

      g.      Wakaf, yaitu pemanfaatan barang yang telah diikat sebagai milik Allah.[5]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


      2.      Rumusan Masalah

Berangkat dari pemaparan kami di atas, dalam makalah “Ayat-ayat tentang Etika Kepemilikan Hartaini akan membahas mengenai:

1)      Pengertian harta dan kepemilikan.

2)      Surat An-Nisa’ ayat 29 serta terjemahanya.

a.    Kata mufrodat surat An-Nisa’ ayat 29.

b.      Asbabul Nuzul surat An-Nisa’ ayat 29.

c.       Penafsiran surat An-Nisa’ ayat 29.

d.   Kandungan surat An-Nisa’ ayat 29.

 

3.      Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini, agar dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi para mahasiswa, yaitu:

1)      Menambah khasanah ilmu pengetahuan kita tentang etika kepemilikan harta.

2)      Dapat mendeskripsikan penafsiran surat An-Nisa’ ayat 29.

3)      Mengetahui faktor penyebab diturunkannya surat An-Nisa’ ayat 29.

4)      Dapat memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sekarang ini.

5)      Dapat belajar cara menafsirkan ayat al-Qur’an.

 

  

BAB II

PEMBAHASAN

           

A.      Surat An-Nisa’ ayat 29

 

 يَااَيُّهَا الَّذِينَ امَنُوا لاَتَأْكُلُوا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِلْبَاطِلِ اٍلاَّ اَنْ تَكُونَ تِجَارَةٌ عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلاَتَقْتُلُوا

اَنْفُسَكُم  اِنَّ اللّهَ  كَا نَ بِكُمْ رَحِيْمٌا

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

 

 

B.    Kata mufrodat surat An- Nisa’ ayat 29

يَااَيُّهَا                  wahai                                     تِجَارَةٌ              (dengan jalan perniagaan)

الَّذِينَ                  orang-orang yang                 عَنْ تَرَاضٍ               suka sama suka

امَنُوا                       (mereka) beriman                مِنْكُمْ                       dari/diantara kamu

لاَتَأْكُلُوا     jangan kamu saling memakan            وَلاَتَقْتُلُوا         dan janganlah kamu membunuh

اَمْوَالَكُمْ               hartamu                                  اَنْفُسَكُمْ                     dirimu

بَيْنَكُمْ                  diantara/sesamamu                 اِنَّ اللّهَ                            sesunggunya Allah

بِلْبَاطِلِ                dengan jalan batil                  كَا نَ                       adalah Dia

اٍلاَّ           kecuali                                                بِكُمْ                         dengan/kepadamu

اَنْ تَكُونَ    bahwa kamu adalah                           رَحِيْمٌا                     Maha Penyayang

 

 

 

 

 

C.     Asbabul nuzul surat An-Nisa’ ayat 29

 

Bersandar kepada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syari’at melainkan jika disertai dengan kat-kata yang menandakan persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan. Karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan persetujuan dan suka sama suka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhran bahwa Rasulullah SAW.bersabda :

اَلْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ وَالخِيَارُبَعْدَالصَّفْقَةِ وَلاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ اَنْ يَضُرَّمُسْلِمًا

“Jual beli hendaklah berlaku dengan rela dan suka sama suka dan pilihan sesuda tercapai persetujuan. Dan tidak halal bagi seorang muslim menipu sesama muslimnya”.

Dan bersabda Rasulullah SAW.menurut riwayat Bukhari dan Muslim:

اِذَاتَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكَلُّ وَاحِدٍمِنْهُمَابِالْخِيَارِمَالَمْ يَتَفَرَّقَا

“Bila berlaku jual beli antara dua orang, maka masing-masing berhak membatalkan atau meneruskan transaksi selama mereka belum berpisah”.

            Allah SWT.berfirman dalam ayat ini:”Janganlahkamu membunuh dirimu”dengan melanggar larangan Allah, berbuat maksiat-maksiat dan memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil dan curang, Sesunggunya Allah Maha Penyanyang bagimu dalam apa yang diperintahkandan dilarang bagimu.

            Sehubungan dengan soal bunuh diri dalam ayat ini, diriwayatkan oleh Abi Qulabah dari Tsabih bin Dhahhak bahwa Raulullah SAW.bersabda:

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَئٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa membunuh dirinya dengan sesuatu benda, maka ia akan disiksa dengan benda itu di hari qiamat”.

 

 

 

 

 

 

     

 

 

      D. Penafsiran surat An-Nisa’ ayat 29

      

      Transaksi harta dibahas begitu rinci dalam Islam, karena 1) sebagaimana kita ketahui, harta adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau tidak dibuat aturan main dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal Islam tidak menginginkan pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu dalam perdagangan ini Islam mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup berdampingan secara rukun. 2) hakekat harta ini pada dasarnya adalah hak bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk mendapatkannya dan mengelolanya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh dari kedhaliman, manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.

2.     Islam itu bukan liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini dilaksanakan oleh barat, dimana mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan. Lawannya adalah komunis sosial, yang semua harta ini adalah milik negara, tidak ada individu yang berhak menguasai. Dua sistem ini berusaha saling menghancurkan dan mengambil pengaruh di ekonomi dunia. Walaupun diakui atau tidak, kedua sistem ini sudah terbukti kegagalannya, dengan banyaknya pegangguran, kemiskinan dan banyak negara-negara penganutnya yang bangkrut.

3.     Islam adalah sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif, universal. Artinya Islam tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Allah (ibadah atau ritual) tapi juga mengatur hubungan antarmanusia bahkan antara manusia dengan alam semesta ini, termasuk di dalamnya sistem perekonomian Islam. Mungkin baru sekarang ini kita dapat melihat munculnya banyak perbankan syariah. Itu adalah baru bagian kecil dari sistem Islam dalam perekonomian.

4.     Dalam Islam ada teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak kepemilikan harta. Tapi di samping itu dia diberi kewajiban mengeluarkan harta tatkala diperlukan, misalnya zakat untuk menolong kelompok masayarakat yang dalam keadaan kekurangan. Atau seperti di zaman khalifah Umar r.a, ketika terjadi paceklik, maka diambil-lah harta orang-orang kaya untuk dibagikan kepada rakyat, karena dalam harta tersebut ada hak untuk mereka. Dalilnya adalah karena muslimin itu bagaikan satu bangunan, saling menguatkan. Karena itu umat islam adalah ummatan wasatha (umat moderat, tidak kebarat atau ketimur, tidak ke kapitalis liberal juga tidak ke komunis sosialis).

5.    Sistem ekonomi Islam itu sungguh luar biasa. Sebuah sistem yang mendasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, kejujuran, jauh dari kedhaliman dan riba. Karenanya, banyak pakar perekonomian dunia mulai melirik sistem perekonomian Islam, karena siapapun yang mempraktekkan sistem Islam dengan benar dan professional insya Allah ia akan sukses.

6.    Menyadari hal itu, maka anak kita perlu kita didik setinggi-tingginya, di samping dasar keimanan dan keislaman yang kuat, anak juga perlu menguasai ilmu-ilmu dunia. Karena kemajuan umat ini tergantung pada pendidikan kita. Maka perlu kita waspadai pembodohan terhadap umat Islam, misalnya kita disibukkan dengan hal-hal yang tidak penting, perbedaan yang tidak prinsip dan isu-isu “murahan” yanga sengaja dibuat oleh musuh Islam, sehingga kita dilupakan untuk memikirkan bagaimana seharusnya mengatur negara, mengusai ekonomi, melestarikan alam dan sebagainya. Kita menjadi umat yang tidak pernah berpikir bagaimana kita harus bangkit membangun peradaban dunia. Padahal Allah telah menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (ar-Ra`d: 11).

7.    Pada ayat ini (an-Nisa`: 29) adalah merupakan salah satu gambaran kecil dari kesempurnaan Islam, dimana Islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana berbisnis dengan benar.

8.       يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا yang diseru adalah orang-orang beriman karena yang mau sadar, mau tunduk, mau berubah, mau ikut aturan itu adalah orang beriman. Kalau kita mengaku beriman, tatapi kita masih ragu tentang kebenaran sistem perekonomian Islam, seperti kita masih ragu keharamannya transaksi dengan riba dan bank konvensional, maka keimanan kita perlu dipertanyakan. Karena itulah Allah memanggil orang yang beriman secara tegas, agar mereka sadar untuk mau tunduk.

9.    Perlu dipahami, bahwa tidak ada hubungan secara langsung antara kekayaan dengan rajinnya shalat seseorang. Kalau mau kaya ya rajin bekerja. Kadang orang salah paham, “aku mau rajin shalat biar kaya”. Apa hubungannya? Shalat itu kan memang sebuah kewajiban bagi seorang hamba yang beriman. Dan Allah sudah menentukan ketentuannya atau sunnatullah yaitu barang siapa yang kerja dia akan dapat hasil. Adapun soal keberkahan, itu adalah dari Allah. Tapi secara dhahir kerja adalah salah satu wasilah untuk mendapatkan kekayaan. Baik kafir atau mukmin kalau dia mau bekerja dengan benar, maka ia akan dapat kekayaan. Walaupun tentunya bagi orang mukmin, hidup ini bukan hanya untuk menumpuk harta saja, tetap disana ada kehidupan akherat. Sehingga apa yang ia lakukan dan dapatkan didunia ini adalah untuk akheratnya kelak.

10.   لَا تَأْكُلُوا  Kita dilarang oleh Allah, padahal larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang untuk ayat ini tidak ada dalil lain. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta dengan cara yang tidak dibolehkan syara`.

11. Meskipun yang disebutkan di sini hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah segala bentuk transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan. Al-Quran sering menggunakan redaksi mana yang lebih menjadi prioritas. Artinya harta itu pada umumnya untuk dimakan, tapi bukan berarti memanfaatkannya boleh.

12.   أَمْوَالَكُمْ :(harta kalian). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya, tetapi dalam satu waktu Islam menekannya kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Perlu diketahui, bahwa kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi tapi bukan berarti kita diperbolehkan untuk menggunakannya kalau digunakan dalam hal yang tidak dibenarkan syariat, maka harta itu juga tidak boleh digunakan. Apalagi kalau kita mendapatkan harta tersebut dari orang lain dengan cara batil: tidak sesuai aturan syara`.

13.    إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً:ini adalah dzikrul juz lilkul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umumnya harta itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perdagangan) yang didalamnya terjadi transaksi timbal balik. Selama transaksi tersebut dilakukan sesuai aturan syar`I, maka hukumnya halal. Tentu transaksi jual beli ini, tidaklah satu-satu cara yang halal untuk mendapatkan harta, disana ada hibah, warisan dll.

14. Para ulama mengatakan عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ (kalian saling ridha): Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridloan. Artinya tidak boleh ada kedhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang merugikan kedua pihak. Oleh karena itu, pembeli berhak mengembalikan barang yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tentang kejujuran, sejarah Islam telah mencatat banyak kisah tentang hal itu. Di antaranya, sebagaimana dikisahkah oleh Imam Ghazali, yang dinukil oleh Syaikh Yusuf Qordhawi dalam bukunya “al- Iman wal-Hayah”, bahwa Yunus bin Ubaid berjualan pakaian dengan harga yang beragam. Ada yang berharga 200 dirham dan ada juga 400 dirham. Ketika ia pergi untuk sholat, anak saudaranya menggantikan untuk menjaga kios. Pada saat itu datang seorang Arab Badui (kampung) membeli pakaian yang berharga 400 dirham. Oleh sang penjuan diberikan pakaian yang berharga 200 dirham. Pembeli merasa cocok dengan pakaian yang ditawarkan, maka dibayarlah dengan 400 dirham. Badui tersebut segera pergi dan menenteng pakaian yang baru ia beli. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Ia sangat paham bahwa pakaian yang di beli Badui tersebut adalah berasal dari kiosnya. Maka ditanyakanlah, “Berapa harga pakaina ini?”  “Empat ratus dirham”. Yunus menjawab, “ Harganya tidak lebih dari dua ratus dirham, mari kita kembali untuk kukembalikan kelebihan uangmu”. Badui tersebut menjawab “Ditempat lain pakaian semacam ini harganya 500 dirham, dan saya sudah merasa senang”. “Mari kembali bersamaku, karena dalam pandangan agama kejujuran lebih berharga dari dunia seisinya” Sesampainya di kios, dikembalikannya sisi uang pembelian tersebut sebanyak 200 dirham.

Subhanallah, apa masih ada orang seperti ini sekarang ?!, kalaupun ada tentu tidak banyak jumlahnya. Bukankah sekarang semua orang mengejar keuntungan yang berlipat-lipat, walau harus dengan cara yang tidak syari`. Namun begitulah keimanan yang benar jika telah terpatri dalam kalbu, Iman akan melahirkan sesuatu yang dianggap sebagaian orang mustahil. Semoga kita termasuk yang sedikit tersebut. Amin.        

15.  Penyebutan transaksi perdagangan (bisnis) secara tegas dalam ayat ini menegaskan keutamaan berbisnis atau berdagang. Dalam bayak hadist diterangkan tentang keutamaan berbisnis di antaranya adalah “Mata pencaharian yang baik adalah mata pencaharian pedagang yang jujur. Kalau menawarkan tidak bohong, kalau janji tidak nyalahi, kalau jadi konsumen, jadi konsumen yang baik, jangan mencari-cari cacatnya, kalau jadi pedagang tidak memuji-muji barangnya sendiri. (promosi boleh, tapi yang wajar, dan riel). Kalau punya hutang tidak menunda, kalau memberikan hutang pada orang lain melonggarkan (HR. al-Baihaqi).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur, yang amanah, dia nanti di akherat kedudukannya bersama para Nabi, para shidiqin dan para syuhada” (HR. ad-Daruqudni).

 

Dalam hadits-hadits tersebut Rosulullah saw. telah mengajarkan prinsip-prinsip berbisnis yang benar. Sehingga apabila seorang pedagang melaksanakannya, maka ia akan sukses dan barokah. Sebagaimana dalam sebuah kisah dikatakan, bahwa ada seorang syekh, dia pedagang. Dia shalat, diwakilkan kepada keponakannya, lalu datang orang kampung mau membeli. Diapun membeli dengan harta yang sudah disepakati. Setelah syekh tadi selesai, diberi tahu hal tersebut. Dia menyuruh agar pembeli tersebut dicari, karena harga yang diberikan itu adalah harga kemarin, padahal si pembeli sudah rela dengan harga tersebut.

16.   وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ (jangan saling membunuh), apa hubungannya dengan bisnis? Sangat berhubungan. Dalam bisnis sering terjadi permusuhan. Kata ulama makna ayat ini adalah “jangan saling membunuh”. Adapun makna dhahirnya “jangan bunuh diri”. Keduanya bisa diterima, karena bisa saja orang berbisnis, bangkrut, stress, lalu bunuh diri. Jadi artinya harta yang kita kejar itu jangan sampai melalaikan dari tujuan kita, misi kita sebagai hamba  Allah, bahwa pada harta itu ada hak-hak Allah, harta itu tidak kekal, dan tujuan hidup kita bukan untuk itu. Jangan sampai menghalalkan segala cara, juga jangan lupa daratan kalau sudah kaya.

17.   إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا:(sesungguhnya Allah itu Maha Kasih sayang kepada kalian), di antaranya dengan memberikan penjelasan kepada manusia tentang sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan, jauh dari permusuhan apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karena persaingan dagang. Karena itu sebgai orang mukmin harus tunduk dan percaya kepada seluruh aturan Allah dan Rasul-Nya. Karena semua aturan syariah itu adalah demi kemaslahatan umat.

 

      E.  Kandungan surat An-Nisa’ : 29

 

Di dalam ayat ini dibicarakan tentang perolehan harta melalui upaya masing-masing. Dapat juga dikatakan kelemahan manusia tercermin antara lain pada gairahnya yang melampaui batas untuk mendapatkan gemerlap duniawi berupa wanita, harta, dan tahta. Melalui ayat ini mengingatkan:

Harta Individu Adalah Harta umat

Dengan ini Islam telah meletakkan untuk para pemeluk dasar-dasar kaidah yang adil tentang harta, yaitu:

            Pertama: harta individu adalah harta umat dengan menghargai pemilikan dan memelihara hak-hak. Kepada orang yang mempunyai banyak harta, Islam mewajibkan hak-hak tertentu demi maslahat-maslahat umum;dan kepada orang yang memiliki harta sedikit mewajibkan pula hak-hak lain bagi orang-orang miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Islam juga memerintahkan supaya berbuat kebaikan dan kebajikan, serta mengeluarkan sedekah di setiap waktu.

            Dengan dasar ini, maka di dalam negara Islam tidak akan terdapat orang-orang yang kekurangan makan atau telanjang, baik muslim maupun bukan muslim, karena Islam telah mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk menghilangkan kesusahan orang yang “terpaksa”, sebagaimana mewajibkan di dalam harta mereka hak-hak bagi para fakir miskin.

            Setiap orang yang bermukim di negara mereka melihat,bahwa harta umat adalah hartanya: dan jika dia membutuhkan harta, maka dia mendapatkan seakan-akan harta itu simpanannya. Islam telah meletakkan harta wajib dari harta orang-orang kaya berada di bawah kekuasaan jama’ah yang berkuasa di antara umat, sehingga orang yang berpenyakitan di dalam hatinya tidak akan menghalangi harta itu. Islam memerintahkan dan membuat mereka senang mengeluarkan harta, mencela kebakhilan, dan mewakilkan hal itu kepada diri mereka,agar sifat-sifat kemurahan, kemanusiaan kasih sayang melekat kuat dalam jiwa mereka.

            Kedua: Islam tidak membolehkan orang-orang yang butuh untuk mengambil kebutuhannya dari para pemilik tanpa seizin mereka, agar pengangguran dan kemalasan tidak tersebar luas di antara individu-individu umat, tidak terdapat kekacauan di dalam harta, dan akhlak serta sopan santun tidak rusak.

                                                                                                   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

1.      Kesimpulan

 

Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak dan ahli waris yang lemah, janganlah sampai membuat wasiat yang akan membawa mudharat da mengganggu kesejahteraan mereka yang ditinggalkan itu. Pembagian harta waris sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Jika kebutuhan terhadap sesuatu itu besar,maka besar pula bagian yang ia dapatkan. Barangkali inilah rahasia di balik bahwa anak mendapatkan bagian yang paling besar. Bahkan lebih besar dari bagian orang tuanya. Selain karena orang tua memiliki hak kepemilikan dalam harta anaknya, juga kebutuhan anak pada harta lebih besar disebabkan mereka akan menghadapi masa depan. Juga, tentang perintah agar memperlakukan anak-anak yatim dengan baik, berbicara berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik, dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku, sayangku, dan sebagainya.

Bahwa semuanya adalah milik Allah dan sudah seharusnya digunakan untuk kepentingan yang sudah digariskan Allah. Manusia sebagai pemegang mandat (khalîfah Allâh fî al-ardh) diperintahkan untuk menggunakan amanat pengelolaan bumi dan isinya dalam kerangka ketaatan kepada Allah SWT. Bumi merupakan ajang bagi manusia untuk berlomba mengukir prestasi hidup (musâbaqah fî al-khairât) untuk kepentingan setelah hidup yaitu kehidupan akhirat. Dengan demikian, manusia terhadap harta adalah:

a.       Bukan pemilik asli

b.      Hanya sebatas pemegang amanah

c.       Manusia menerima harta sebagai rezeki untuk:

1.Dinikmati dan dimanfaatkan di dunia.

2.Disalurkan kepada saudaranya yang kurang beruntung.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "'makalah ayat2 tentang etika kepemilikan harta"

Post a Comment