Makalah MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI (COLLABORATIVE LEARNING)
MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI
(COLLABORATIVE LEARNING)
A.
LATAR BELAKANG MUNCULNYA MODEL KOLABORASI
Pembelajaran
kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan
praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology
for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif
para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran
kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua
kekuatan yang bertemu, yaitu:
- Realisasi
praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam
kehidupan di dunia nyata;
- Menumbuhkan
kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran
bermakna.
Ide
pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep
belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun
1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education”
yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama
tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
- Siswa
hendaknya aktif, learning by doing
- Belajar
hendaknya didasari motivasi intrinsik
- Pengetahuan
adalah berkembang, tidak bersifat tetap
- Kegiatan
belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
- Pendidikan
harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling
menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
- Kegiatan
belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan
mengembangkan dunia tersebut.
Metode
kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai
berikut (Smith & MacGregor, 1992):
1.
Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk
mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan
itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang
terkait dengan bahan pelajaran.
2.
Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan
pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait
dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam
penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
3.
Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa
mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya belajar,
pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam
kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian
hasil bersama dalam proses belajar.
4.
Belajar itu bersifat sosial
Proses
belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun
makna yang diterima bersama.
Menurut
Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya
tiga teori, yaitu:
1.
Teori Kognitif
Teori ini
berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada
pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses
transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
2.
Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori
ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu
perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat
semu anggota semua kelompok.
3.
Teori Motivasi
Teori ini
teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran
tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar,
menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi
saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Piaget dengan
konsepnya “active learning” berpendapat bahwa para siswa belajar lebih
baik jika mereka berpikir secara kelompok, menurut pikiran mereka maka
oleh sebab itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan
keras. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif klompok
tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar
lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).
B.
TUJUAN MODEL KOLABORASI
Dalam
penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran si belajar
(MacGregor, 2005):
- Dari
pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif, pemberi
masukan dan suka diskusi.
- Dari
persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke
persiapan kelas dengan harapan yang tinggi.
- Dari
kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan
menjadi kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan.
- Dari
pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.
- Dari
kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.
- Dari
tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan
belajar saling ketergantungan.
- Dahulu
melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas dan
sumber pengetahuan sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber
belajar. Banyak sumber belajar lainnya yang dapat digali dari komunitas
kelompoknya.
Gokhale
mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode
pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat
kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan
bersama. Pengertian kolaborasi sendiri yaitu:
- Keohane
berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain,
kerja sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur
didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama.
- Patel
berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan
fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate
skills, tools, and rewards.
Dari
pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi
pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama
dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling
membantu antara satu dengan yang lain. Jadi situasi belajar kolaboratif ada
unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan.
Belajar
kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula
sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu
melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas
untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan
secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar siswa.
Dari uraian
diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar kolaboratif
yaitu bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok terjadi
adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi.
Selain itu,
dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai
berikut :
- Memaksimalkan
proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
- Menciptakan
lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual,
terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.
- Menghargai
pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya
dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
- Memberi
kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
- Mengembangkan
berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
- Mendorong
eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
- Menghargai
pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
- Menumbuhkan
hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para siswa,
dan di antara siswa dan guru.
- Membangun
semangat belajar sepanjang hayat.
C.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Berikut ini
langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
- Para
siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas
sendiri-sendiri.
- Semua
siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..
- Kelompok
kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan,
meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau
masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
- Setelah
kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing
siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
- Guru
menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar
semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil
diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain
mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan
menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
- Masing-masing
siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan
revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
- Laporan
masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
- Laporan
siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan
berikutnya, dan didiskusikan.
D.
MACAM-MACAM PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Ada banyak
macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun
praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student Team Learning
pada John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang
mendapatkan perhatian secara luas, yaitu:
- Learning
Together
Dalam metode
ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam
kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
- Teams-Games-Tournament
(TGT)
Setelah
belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba
dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.
Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
- Group
Investigation (GI)
Semua
anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta
perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang
akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana
perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses
dan hasil kerja kelompok.
- Academic-Constructive
Controversy (AC)
Setiap
anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik
intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik
bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan
pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan
masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan
psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota
maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
- Jigsaw
Proscedure (JP)
Dalam bentuk
pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang
suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok
bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada
rata-rata skor tes kelompok.
- Student
Team Achievement Divisions (STAD)
Para siswa
dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam
setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual
maupun kelompok.
- Complex
Instruction (CI)
Metode
pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap
pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual
(menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen.
Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
- Team
Accelerated Instruction (TAI)
Bentuk
pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/
kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota
kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu.
Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap
pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal
tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama.
Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian
didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.
- Cooperative
Learning Stuctures (CLS)
Dalam
pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan).
Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee.
Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila
jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan
terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua
siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.
- Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model
pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran
ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik
secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
Keterampilan
yang dibutuhkan oleh peserta yang berpartisipasi dalam model pembelajaran
kolaboratif adalah:
- Pembentukan
kelompok
- Bekerja
dalam satu kelompok
- Pemecahan
masalah kelompok
- Manajemen
perbedaan kelompok
Menurut
Reid (2004) dalam menggembangkan collaborative learning ada lima tahapan
yang harus dilakukan, yaitu:
1.
Engagement
Pada tahap
ini, pengajar melakukan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan
kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa dikelompokkan
yang di dalamnya terdapat siswa terpandai, siswa sedang, dan siswa yang rendah
prestasinya.
2.
Exploration
Setelah
dilakukan pengelompokkan, lalu pengajar mulai memberi tugas, misalnya dengan
memberi permasalahan agar dipecahkan oleh kelompok tersebut. Dengan masalah
yang diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha untuk menyumbangkan kemampuan
berupa ilmu, pendapat ataupun gagasannya.
3.
Transformation
Dari
perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, lalu setiap anggota
saling bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok. Dengan begitu, siswa
yang semula mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat menaikkan
prestasinya karena adanya proses transformasi dari siswa yang memiliki prestasi
tinggi kepada siswa yang prestasinya rendah.
4.
Presentation
Setelah
selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat salah satu kelompok melakukan
presentasi, maka kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil
presentasi tersebut, dan menanggapi.
5.
Reflection
Setelah
selesai melakukan presentasi, lalu terjadi proses Tanya-jawab antar kelompok.
Kelompok yang melakukan presentasi akan menerima pertanyaan, tanggapan ataupun
sanggahan dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok
lain, anggota kelompok harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi dengan
baik.
Brandt
(2004) menekankan adanya lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama dalam
proses pembelajaran dapat sukses, yaitu :
1.
Possitive interdependence (saling ketergantungan positif)
Yaitu siswa
harus percaya bahwa mereka adalah proses belajar bersama dan mereka peduli pada
belajar siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa
ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya
dengan tanggung jawab menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua
anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila
siswa lain juga tidak sukses.
2.
Verbal, face to face interaction (interaksi langsung antarsiswa)
Yaitu hasil
belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa
yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan
dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Siswa juga harus
menjelaskan, berargumen, elaborasi, dan terikat terhadap apa yang mereka
pelajari sekarang untuk mengikat apa yang mereka pelajari sebelumnya.
3.
Individual accountability (pertanggungjawaban individu)
Yaitu setiap
kelompok harus realis bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu kelompok
siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap siswa
dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian
setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan
bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok.
4.
Social skills (keterampilan berkolaborasi)
Yaitu
keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut
mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta
interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian
dari proses belajar kolaboratif. Siswa harus belajar dan diajar kepemimpian,
komunikasi, kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam memecahkan konflik.
5.
Group processing (keefektifan proses kelompok)
Yaitu
kelompok harus mampu menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama
dan bagaimana mereka dapat melakukan secara lebih baik. Siswa memproses
keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang
dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan
tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
Tiga
pola pengelompokkan, yaitu:
1.
The two-person group (tutoring)
Yaitu satu
orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan sebagai pengajar
yang disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut tutee.
2.
The small group (interactive recitation; discussion)
Adalah cara
penyampaian baha pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative
pemecahan masalah.
3.
Small or large group (recitation)
Yaitu suatu
metode mengajar dan pengajar memberikan tugas untuk mempelajari sesuatu kepada
pembelajar, kemudian melaporkan hasilnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh
pengajar dapat dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau
di tempat lain.
Karakteristik
dalam belajar kolaboratif adalah :
- Siswa
belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa ketergantungan dalam proses belajar,
penyelesaian tugas kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama.
- Interaksi
intensif secara tatap muka antar anggota kelompok.
- Masing-masing
siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang telah disepakati.
- Siswa
harus belajar dan memiliki ketrampilan komunikasi interpesonal.
- Peran
guru sebagai mediator.
- Adanya sharing
pengetahuan dan interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa.
- pengelompokkan
secara heterogen.
E.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN
1.
Kelebihan
a. Siswa
belajar bermusyawarah
b. Siswa
belajar menghargai pendapat orang lain
c. Dapat
mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
d. Dapat
memupuk rasa kerja sama
e. Adanya
persaingan yang sehat
2.
Kelemahan
a. Padapat
serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
b.
Membutuhkan waktu cukup banyak.
c. Adanya
sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah
merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
d. Kebulatan
atau kesimpulan bahan kadang sukar dicapai.
F.
PENUTUP
Dari uraian
di atas, dapat disimpulkan bahwa collaborative learning merupakan salah
satu strategi pembelejaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar.
Dalam strategi tersebut lebih memfokuskan bagaimana memaksimalkan partisipasi
dan keaktifan dalam pembelajaran serta bagaimana siswa dapat mengkonstruksi
sendiri ilmu pengetahuan untuk menjadi miliknya. Dalam strategi ini, peran guru
cenderung menjadi fasilitator, motivator, dan membimbing menemukan alternatif
pemencahan bila terjadi siswa mengalami kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti,
Sri. 1996. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Bagian Proyek Penataran Guru Slip Setara D-III.
Parwoto.
2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat
Ketenagaan.
TYPE STAD, TGT DAN JIGSAW II
Telah dikenal sedikitnya ada 29 tipe
model CL, ada Role Playing, Problem Based Intruction (PBI), Course Review Horay
(Bingo), Mind Mapping, Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team Game
Tournament (TGT), Jigsaw II, dan lainnya, Dalam makalah ini yang akan dibahas
hanya tiga tipe model CL terakhir tersebut.
- A. Model pembelajaran CL tipe STAD
Menurut Robert E Slavin dan kawan-kawan , model CL tipe STAD
terdiri dari 5 komponen (fase) , yakni :
- Presentasi Kelas (Class
presentation)
- Pembentukan tim (Teams)
- Kuis Individu (Individual
Quizzes)
- Perubahan skor individu (Individual
improvement score)
- Pengakuan tim (Team
recognition)
Model ini sangat cocok untuk menyajikan materi pembelajaran
terstruktur, yang terdiri dari beberapa bagian dan saling berhubungan antar
bagian-nya. Misalnya seorang guru akan menyajikan pokok materi/ bahasan yang
tertruktur terdiri atas 4 sub pokok materi/ bahasan A, B, C dan D. Artinya,
sebelum dapat mempelajari sub B, siswa harus menguasai sub A, sebelum
mempelajari sub c, siswa harus sudah menguasai sub A dan sub B, demikian
seterusnya untuk sub D.
Langkah-langkah :
Fase 1 : Guru presentasi di depan kelas, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan informasi tentang materi yang akan dipelajari, misalnya konsep, materi secara garis besar dan prosedur kegiatan (eksperimen).
Guru juga perlu menjelaskan tata cara kerjasama dalam kelompok, terutama kepada kelompok atau kelas yang belum terbiasa menjalankan model CL.
Fase 2 : Guru membentuk kelompok, berdasarkan kemampuan (prestasi sebelumnya), jenis kelamin, ras dan etnik. Jumlah anggota tiap kelompok antara 3-5 orang siswa
Fase 3 : Bekerja dalam kelompok, Siswa belajar bersama, diskusi, menjawab soal atau mengerjakan eksperimen sesuai LKS yang diberikan guru
Fase 4 : Scafolding. Guru melakukan bimbingan kepada kelompok atau kelas
Fase 5 : Validation. Guru mengadakan validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan hasil tugas kelompok
Fase 6 : Quizzes. Guru mengadakan kuis secara individual. Hasil nilai yang diperoleh tiap anggota, dikumpulkan, kemudian dirata-rata dalam kelompok, untuk menentukan predikat kelompok. Dalam menjawab quiz, anggota tidak boleh saling membantu. Perubahan skor awal (base score) individu dengan skor hasil quiz disebut skor perkembangan. Penghitungan skor perkembangan sebagai berikut :
Tabel 1 : Nilai Penghargaan Kelompok (Penghitungan skor Perkembangan)
Langkah-langkah :
Fase 1 : Guru presentasi di depan kelas, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan informasi tentang materi yang akan dipelajari, misalnya konsep, materi secara garis besar dan prosedur kegiatan (eksperimen).
Guru juga perlu menjelaskan tata cara kerjasama dalam kelompok, terutama kepada kelompok atau kelas yang belum terbiasa menjalankan model CL.
Fase 2 : Guru membentuk kelompok, berdasarkan kemampuan (prestasi sebelumnya), jenis kelamin, ras dan etnik. Jumlah anggota tiap kelompok antara 3-5 orang siswa
Fase 3 : Bekerja dalam kelompok, Siswa belajar bersama, diskusi, menjawab soal atau mengerjakan eksperimen sesuai LKS yang diberikan guru
Fase 4 : Scafolding. Guru melakukan bimbingan kepada kelompok atau kelas
Fase 5 : Validation. Guru mengadakan validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan hasil tugas kelompok
Fase 6 : Quizzes. Guru mengadakan kuis secara individual. Hasil nilai yang diperoleh tiap anggota, dikumpulkan, kemudian dirata-rata dalam kelompok, untuk menentukan predikat kelompok. Dalam menjawab quiz, anggota tidak boleh saling membantu. Perubahan skor awal (base score) individu dengan skor hasil quiz disebut skor perkembangan. Penghitungan skor perkembangan sebagai berikut :
Tabel 1 : Nilai Penghargaan Kelompok (Penghitungan skor Perkembangan)
NO
|
SKOR TES
|
NILAI PERKEMBANGAN
|
1.
|
Lebih dari 20 poin di atas skor awal
|
30
|
2
|
Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal
|
20
|
3
|
Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal
|
10
|
4
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
|
5
|
Fase 7 : Penghargaan kelompok : Berdasarkan skor penghitungan yang diperoleh
anggota, dirata-rata. Hasilnya untuk menentu-kan predikat tim (lihat Tabel 2)
Tabel 2 : Perolehan Skor dan Predikat Tim Tipe STAD dan Jigsaw
Tabel 2 : Perolehan Skor dan Predikat Tim Tipe STAD dan Jigsaw
NO
|
PREDIKAT TIM
|
RATA-RATA SKOR
|
1
|
Super Team
|
25 – 30
|
2
|
Great Team
|
20 – 24
|
3
|
Good team
|
15 – 19
|
:
Fase 8 : Evaluasi oleh guru
Selamat mencoba !
Fase 8 : Evaluasi oleh guru
Selamat mencoba !
- Persiapan : Lembar Kerja Siswa (LKS)
- Persiapan Lembar Pertanyaan Quiz dan lembar jawab.
- Sediakan Tabel nilai Konversi perubahan skor awal dengan skor hasil
kuis individu
- Sediakan tanda penghargaan/ sertifikat sederhana
- Validasi kelas, bimbingan terhadap kelompok dan individu
- Model pembelajaran CL tipe Jigsaw II :
Model CL tipe Jigsaw II ini dikenal juga Kelompok Ahli. Model ini
dapat diterapkan pada materi pembelajaran yang tak berstruktur (tidak saling
berhubungan antar sub-sub materi).
Prosedur pelaksanaan Jigsaw mirip dengan STAD, cara menentukan skor individu dalam kelompok (nilai perkembangan) dan kriteria penghargaan kelompok sama dengan tipe STAD.
Menurut Slavin (1998), tipe Jigsaw terdiri 5 fase. Pembagian kelompok berdasarkan kriteria prestasi individu (dari ulangan sebelumnya atau pretest), gender, etnik dan ras. Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4 orang. Kelompok Expert , jumlahnya disesuaikan dengan pokok bahasan materi yang dipelajari. Contoh, suatu topik/ pokok materi terdiri 4 sub pokok materi (pokok bahasan), maka kelompok expert jumlahnya juga 4.
Masing-masing kelompok expert beranggotakan wakil dari sejumlah kelompok belajar siswa.
Contoh : Suatu kelas terdiri dari 40 siswa, maka dapat dibentuk menjadi 10 kelompok (Kelompok 1, 2, 3 ……10). Tiap kelompok terdiri 4 orang siswa. Setelah kelompok belajar terbentuk, guru membagikan LKS untuk dipela-jari bersama. Pada kegiatan ini, oleh Slavin disebut Fase 1 (Reading). Selanjutnya, anggota masing-masing kelompok tersebut berunding mem-bagi tugas untuk masuk ke kelompok expert. Misalnya, pokok materi ter-diri dari 4 sub pokok materi/ bahasan, maka dapat dibentuk sejumlah 4 kelompok expert (Expert A, B, C, D). Kemudian kelompok belajar tersebut berunding untuk menentukan satu orang siswa sebagai wakil dari kelom-pok belajar bergabung ke tiap kelompok expert A, B, C dan D, sesuai hasil perundingan. Jadi dalam kelompok expert masing-masing beranggotakan 10 orang siswa. Fase 2 (Expert Group Discussions) : Di dalam kelompok expert, siswa berdiskusi membahas dan memecahkan masalah atau soal yang terdapat dalam LKS. Setelah diskusi kelompok expert selesai, semua anggota kelompok expert kembali ke kelompok belajar semula. Fase 3 (Team reports) : Siswa yang ditunjuk sebagai wakil kelompok belajar di kelompok expert menjelaskan kepada teman-temannya se kelompok. Demikian juga teman dari expert yang lain menjelaskan kepada teman- teman sekelompok tentang apa yang dibahas dan dikerjakan selama di dalam kelompok expert. Pada saat diskusi expert inilah, guru dapat mem-berikan bimbingan, validasi materi dan jawaban siswa dari masing-masing expert. Fase berikutnya Fase 4 (Assessment) : Guru mengadakan kuis yang harus dikerjakan oleh siswa secara individual. Hasilnya berupa nilai individu anggota kelompok. Fase 5 (Team recognition) : Guru bersama siswa menghitung perubahan nilai awal (base score) siswa dengan nilai hasil kuis secara individual menggunakan Tabel 1 (lihat Tabel Nilai Peng-hargaan Kelompok STAD dan Jigsaw). Kemudian nilai semua siswa ang-gota masing-masing kelompok dijumlahkan dan dirata-rata, maka akan diperoleh nilai antara 5 – 30 sebagai nilai kelompok. Untuk menentukan predikat kelompok, gunakan Tabel 2 Penghargaan Kelompok, caranya sama seperti penghargaan kelompok pada model tipe STAD.
Persiapan Guru :
Prosedur pelaksanaan Jigsaw mirip dengan STAD, cara menentukan skor individu dalam kelompok (nilai perkembangan) dan kriteria penghargaan kelompok sama dengan tipe STAD.
Menurut Slavin (1998), tipe Jigsaw terdiri 5 fase. Pembagian kelompok berdasarkan kriteria prestasi individu (dari ulangan sebelumnya atau pretest), gender, etnik dan ras. Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4 orang. Kelompok Expert , jumlahnya disesuaikan dengan pokok bahasan materi yang dipelajari. Contoh, suatu topik/ pokok materi terdiri 4 sub pokok materi (pokok bahasan), maka kelompok expert jumlahnya juga 4.
Masing-masing kelompok expert beranggotakan wakil dari sejumlah kelompok belajar siswa.
Contoh : Suatu kelas terdiri dari 40 siswa, maka dapat dibentuk menjadi 10 kelompok (Kelompok 1, 2, 3 ……10). Tiap kelompok terdiri 4 orang siswa. Setelah kelompok belajar terbentuk, guru membagikan LKS untuk dipela-jari bersama. Pada kegiatan ini, oleh Slavin disebut Fase 1 (Reading). Selanjutnya, anggota masing-masing kelompok tersebut berunding mem-bagi tugas untuk masuk ke kelompok expert. Misalnya, pokok materi ter-diri dari 4 sub pokok materi/ bahasan, maka dapat dibentuk sejumlah 4 kelompok expert (Expert A, B, C, D). Kemudian kelompok belajar tersebut berunding untuk menentukan satu orang siswa sebagai wakil dari kelom-pok belajar bergabung ke tiap kelompok expert A, B, C dan D, sesuai hasil perundingan. Jadi dalam kelompok expert masing-masing beranggotakan 10 orang siswa. Fase 2 (Expert Group Discussions) : Di dalam kelompok expert, siswa berdiskusi membahas dan memecahkan masalah atau soal yang terdapat dalam LKS. Setelah diskusi kelompok expert selesai, semua anggota kelompok expert kembali ke kelompok belajar semula. Fase 3 (Team reports) : Siswa yang ditunjuk sebagai wakil kelompok belajar di kelompok expert menjelaskan kepada teman-temannya se kelompok. Demikian juga teman dari expert yang lain menjelaskan kepada teman- teman sekelompok tentang apa yang dibahas dan dikerjakan selama di dalam kelompok expert. Pada saat diskusi expert inilah, guru dapat mem-berikan bimbingan, validasi materi dan jawaban siswa dari masing-masing expert. Fase berikutnya Fase 4 (Assessment) : Guru mengadakan kuis yang harus dikerjakan oleh siswa secara individual. Hasilnya berupa nilai individu anggota kelompok. Fase 5 (Team recognition) : Guru bersama siswa menghitung perubahan nilai awal (base score) siswa dengan nilai hasil kuis secara individual menggunakan Tabel 1 (lihat Tabel Nilai Peng-hargaan Kelompok STAD dan Jigsaw). Kemudian nilai semua siswa ang-gota masing-masing kelompok dijumlahkan dan dirata-rata, maka akan diperoleh nilai antara 5 – 30 sebagai nilai kelompok. Untuk menentukan predikat kelompok, gunakan Tabel 2 Penghargaan Kelompok, caranya sama seperti penghargaan kelompok pada model tipe STAD.
Persiapan Guru :
- Menyiapkan bacaan (LKS)
- Kalau kegiatan expert berupa praktik atau demonstrasi, maka guru
menyiapkan alat/ bahan
- Menyiapkan instrumen untuk kuis
- Menyiapkan tabel nilai pengamatan psikomotor dan sikap.
- Menyiapkan tabel rekapitulasi nilai individu dikonversi ke nilai
penghar-gaan kelompok (lihat lampiran)
- Menyiapkan tabel rekapitulasi rerata nilai kelompok
- Menyediakan tanda penghargaan/ sertifikat untuk kelompok
Silahkan mencoba, semoga sukses !
- C. Model Pembelajaran CL Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif melalui suatu turnamen, lebih
banyak dipilih karena waktu relatif lebih singkat dan cara melakukannya relatif
lebin mudah dibanding STAD dan Jigsaw. Untuk kelas-kelas di Indonesia,
fase-fase TGT dikembangkan dari empat menjadi delapan, sebagai berikut :
Fase 1 : Penjelasan guru (Teacher presentation).
Pada fase ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelom-pok.
Fase 2 : Pembagian kelompok
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan krite-ria kemampuan (prestasi) siswa dari pretest atau ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras. Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4 orang (Slavin, 1998). Jumlah anggota kelom-pok dapat juga dikembangkan menjadi 5 orang.
Fase 3 : Kerja kelompok (Team study)
Setelah menerima LKS dari guru, siswa bekerjasama dalam kelom-pok masing-masing, diskusi, praktikum atau menjawab soal-soal pada LKS.
Fase 4 : Bimbingan kelompok/ kelas (Scafolding)
Guru membimbing kerja kelompok, mengamati psikomotorik dan sikap siswa secara individual dalam kerja kelompok
Fase 5 : Tournament (Quizzes)
Guru membagikan lembar soal tournament (quizzes). Jumlah soal turnamen antara 10 – 20 butir soal. Aturan main tournamen model TGT adalah sebagai berikut :
Fase 1 : Penjelasan guru (Teacher presentation).
Pada fase ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelom-pok.
Fase 2 : Pembagian kelompok
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan krite-ria kemampuan (prestasi) siswa dari pretest atau ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras. Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4 orang (Slavin, 1998). Jumlah anggota kelom-pok dapat juga dikembangkan menjadi 5 orang.
Fase 3 : Kerja kelompok (Team study)
Setelah menerima LKS dari guru, siswa bekerjasama dalam kelom-pok masing-masing, diskusi, praktikum atau menjawab soal-soal pada LKS.
Fase 4 : Bimbingan kelompok/ kelas (Scafolding)
Guru membimbing kerja kelompok, mengamati psikomotorik dan sikap siswa secara individual dalam kerja kelompok
Fase 5 : Tournament (Quizzes)
Guru membagikan lembar soal tournament (quizzes). Jumlah soal turnamen antara 10 – 20 butir soal. Aturan main tournamen model TGT adalah sebagai berikut :
- Setiap kelompok menentukan salah satu anggota sebagai Reader
(pembaca soal kuis turnamen) pertama dan pembaca kunci jawaban.
Pembaca soal ke dua, ke tiga dan seterusnya digilir berurutan searah
dengan putaran jarum jam. Pembaca kunci jawaban adalah siswa yang posisi
duduknya di sebelah kanan reader.
- Kesempatan pertama menjawab soal kuis turnamen diberikan kepada
reader, selanjutnya giliran menjawab bagi anggota kelom-pok yang lain
searah putaran jarum jam.
- Jika semua anggota kelompok menjawab benar, siswa yang
memperoleh point adalah siswa pertama yang menjawab benar.
- Turnamen berlanjut, sampai semua soal sudah dibacakan. Kemu-dian
perolehan skor masing-masing anggota dihitung berdasarkan jumlah jawaban
benar sekaligus untuk perhitungan skor kelompok
Fase 6 : Validation
Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan kunci jawaban kuis. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pem-belajaran.
Fase 7 : Penghargaan kelompok (Team recognition)
Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing kelompok, kemudian diadakan rekapitulasi nilai dan ditentukan skor kelompok menggunakan Tabel 3 ( Penghitungan skor kelompok) di bawah ini :
Skor kelompok pada model TGT minimal 190 dan skor maksimal 210 (untuk pemain 5orang).
Tabel 3 : Penghitungan Skor Kelompok
Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan kunci jawaban kuis. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pem-belajaran.
Fase 7 : Penghargaan kelompok (Team recognition)
Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing kelompok, kemudian diadakan rekapitulasi nilai dan ditentukan skor kelompok menggunakan Tabel 3 ( Penghitungan skor kelompok) di bawah ini :
Skor kelompok pada model TGT minimal 190 dan skor maksimal 210 (untuk pemain 5orang).
Tabel 3 : Penghitungan Skor Kelompok
Jumlah Anggota
|
Penghitungan skor kelompok
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2
|
60 40 20 40
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3
|
60 50 60
40 40 50 30
40
20 20 30 40 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
60 50 60
60 50 60 40 50 40 50 40 40 50
30 40 50
30 30 40 30 50 30 40 30 20 20 20 30 20 30 40 30 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5
|
|
Untuk menentukan penghargaan kelompok,
menggunakan Tabel 4 berdasarkan skor rata-rata kelompok.
Tabel 4 : Skor Penghargaan Kelompok Tipe TGT
Tabel 4 : Skor Penghargaan Kelompok Tipe TGT
NO
|
PEROLEHAN SKOR RATA-RATA
|
PREDIKAT
|
1
|
45 atau lebih
|
Super Team
|
2
|
40 – 44
|
Great Team
|
3
|
30 – 39
|
Good Team
|
Fase 8 : Evaluasi oleh guru
PERSIAPAN GURU :
PERSIAPAN GURU :
- Lembar Kerja Siswa (LKS)
- Lembar Soal Kuis (atau berupa kartu soal)
- Lembar kunci jawaban
- Lembar format rekap skor individu
- Lembar format rekap skor kelompok
- Alat dan bahan praktik (jika ada kegiatan eksperimen/ demonstrasi)
SELAMAT MENCOBA, SEMOGA BERHASIL !
III. KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan :
- Model-model Cooperative Learning dapat meningkatkan aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran
- Model-model Cooperative Learning dapat berjalan efektif, apabila
guru mampu membuat perencanaan pembelajaran yang baik, meliputi persiap
an bahan ajar, skenario kegiatan pembelajaran dan pengaturan kelompok
secara konsekuen.
- Penentuan tipe model Cooperative Learning yang efektif harus
disesuai-kan dengan struktur materi pembelajaran/ pokok bahasan
- Saran :
- Siswa perlu dikondisikan belajar mandiri secara kelompok melalui
kerja-sama
- Perlu dilakukan suatu penelitian tindakan kelas (action research)
tentang pengaruh tipe model pembelajaran cooperative learning terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002, Pendekatan Kontekstual (Contexrual Teaching and
Learning (CTL), Dit.PLP, Ditjen Dikdasmen, Jakarta
Dryden, Gordon & Vos, Jeannette, 2003, The Learning Revolution (Terjemahan) Cetakan VII, Penerbit Kaifa, Bandung
Meier, Dave, 2003, The Accelerated Learning (Terjemahan), Kaifa, Bandung
Nasution S, 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Cetakan ke tujuh, PT Bumi Aksara, Bandung
SEAMEO-RECSAM, 2003, Model-model Cooperative Learning (Hand-out) Sosialisasi Hasil-hasil Pelatihan Guru Matematika dan IPA SMA di RECSAM, Malaysia
Slavin, Robert E, 1995, Cooperative Learning Theory, Research and Practise, Allyn & Bacon A simon & Schuster Company, Second Edition, Singapore
Zamroni, 2003, Pendidikan untuk Demokrasi, Bigraf Publishing, Yogyakarta
Dryden, Gordon & Vos, Jeannette, 2003, The Learning Revolution (Terjemahan) Cetakan VII, Penerbit Kaifa, Bandung
Meier, Dave, 2003, The Accelerated Learning (Terjemahan), Kaifa, Bandung
Nasution S, 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Cetakan ke tujuh, PT Bumi Aksara, Bandung
SEAMEO-RECSAM, 2003, Model-model Cooperative Learning (Hand-out) Sosialisasi Hasil-hasil Pelatihan Guru Matematika dan IPA SMA di RECSAM, Malaysia
Slavin, Robert E, 1995, Cooperative Learning Theory, Research and Practise, Allyn & Bacon A simon & Schuster Company, Second Edition, Singapore
Zamroni, 2003, Pendidikan untuk Demokrasi, Bigraf Publishing, Yogyakarta
Collaborative learning-work
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas
Collaborative learning atau pembelajaran
kolaboratif adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar
atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama. [1]
Tidak seperti belajar sendirian, orang yang terlibat dalam collaborative
learning memanfaatkan sumber daya dan keterampilan satu sama lain (meminta
informasi satu sama lain, mengevaluasi ide-ide satu sama lain, memantau
pekerjaan satu sama lain, dll).[2][3]
Lebih khusus, collaborative learning didasarkan pada model di mana pengetahuan
dapat dibuat dalam suatu populasi di mana anggotanya secara aktif berinteraksi
dengan berbagi pengalaman dan mengambil peran asimetri (berbeda).[4]
Dengan kata lain, collaborative
learning mengacu pada lingkungan dan
metodologi kegiatan peserta didik melakukan tugas umum di mana
setiap individu tergantung dan bertanggung jawab satu sama lain. Hl ini juga
termasuk percakapan dengan tatap muka [5]
dan diskusi dengan komputer (forum online, chat rooms, dll.).[6]
Metode untuk memeriksa proses collaborative learning meliputi analisis
percakapan dan analisis wacana statistik. [7]Collaborative learning ini sangat berakar dalam pandangan Vygotsky bahwa ada sebuah sifat sosial yang melekat pada pembelajaran, yang tercermin melalui teorinya tentang zona pengembangan proksimal. Sering kali, pembelajaran kolaboratif digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai pendekatan dalam pendidikan itu. melibatkan upaya intelektual bersama oleh siswa atau siswa dan guru. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif umumnya berlangsung ketika kelompok siswa bekerja sama untuk mencari pengertian, makna, atau solusi untuk membuat sebuah artefak atau produk pembelajaran mereka. Lebih jauh, pembelajaran kolaboratif yang mengubah hubungan tradisional murid-guru di kelas ini, menghasilkan kontroversi mengenai apakah paradigma ini lebih bermanfaat daripada merugikan. Kegiatan belajar secara kolaboratif dapat mencakup penulisan kolaboratif, proyek kelompok, pemecahan masalah secara bersama, debat, studi tim, dan kegiatan lainnya. Pendekatan ini terkait erat dengan pembelajaran kooperatif.
Daftar isi
Contoh Pembelajaran Kolaboratif
- Collaborative Networked Learning adalah suatu bentuk pembelajaran
kolaboratif untuk para pembelajar dewasa mandiri. Menurut Findley (1987)
" Collaborative Networked Learning (CNL) pembelajaran yang terjadi
melalui dialog elektronik antara co-learner, leaner (peserta didik), dan
para pakar yang masing-masing memegang kendali atas dirinya sendiri.
Peserta didik memiliki sebuah tujuan bersama, tergantung pada satu sama
lain dan bertanggung jawab kepada satu sama lain untuk keberhasilan
mereka. CNL terjadi dalam kelompok interaktif di mana peserta secara aktif
berkomunikasi dan bernegosiasi makna satu sama lain dalam kerangka
kontekstual, dapat difasilitasi oleh seorang mentor, pelatih online atau
pemimpin kelompok. " Pada 1980-an Charles almarhum Dr A. Findley
memimpin proyek Collaborative Networked Learning di Digital Equipment
Corporation di Pantai Timur Amerika Serikat. Pada proyek Findley,
dilakukan analisis kecenderungan dan dikembangkan prototipe dari
lingkungan belajar kolaboratif, yang menjadi dasar untuk mereka lebih
lanjut penelitian dan pengembangan apa yang mereka sebut Collaborative
Networked Learning (CNL),
- Computer-supported
collaborative learning (CSCL) merupakan paradigma pendidikan yang
relatif baru dalam pembelajaran kolaboratif yang menggunakan teknologi
dalam lingkungan pembelajaran untuk membantu menengahi dan mendukung
interaksi kelompok dalam konteks pembelajaran kolaboratif. Sistem CSCL
menggunakan teknologi untuk mengontrol dan memonitor interaksi, untuk
mengatur tugas, aturan, peran, dan untuk menengahi perolehan pengetahuan
baru. Baru-baru ini, ada sebuah studi yang menunjukkan bahwa penggunaan
robot di dalam kelas untuk meningkatkan pembelajaran kolaboratif
menyebabkan peningkatan efektivitas belajar dari kegiatan dan peningkatan
motivasi siswa. Para peneliti dan praktisi di beberapa bidang, termasuk
ilmu kognitif, sosiologi, teknik komputer telah mulai menyelidiki CSCL.
Dengan demikian, bahkan CSCL dapat menjadi bidang trans-disiplin yang
baru.
- Learning Management Systems adalah
konteks yang memberikan makna pembelajaran kolaboratif tertentu. Dalam
konteks ini, pembelajaran kolaboratif mengacu pada kumpulan alat yang
peserta didik dapat digunakan untuk membantu, atau dibantu oleh orang
lain. Alat tersebut termasuk ruang kelas virtual (yaitu ruang kelas yang
didistribusikan secara geografis dan dihubungkan oleh koneksi jaringan
secara audio-visual), chatting, thread diskusi, application sharing
(misalnya seorang rekan proyek spreadsheet pada layar rekan lain di
seluruh link jaringan untuk tujuan kolaborasi), dan lain sebagainya.
- Collaborative Learning Development
memungkinkan pengembang sistem pembelajaran untuk bekerja sebagai sebuah
jaringan. Secara khusus hal ini relevan dengan e-learning di mana
pengembang dapat berbagi dan membangun pengetahuan di program studi dalam
lingkungan kolaboratif. Pengetahuan tentang subjek tunggal dapat ditarik
bersama-sama dari lokasi yang berbeda secara geografis menggunakan sistem
perangkat lunak. Contoh sistem ini adalah Content Point dari Atlantic Link.
- Collaborative Learning in Virtual Worlds
adalah Virtual Worlds yang menurut sifatnya diharapkan memberikan
kesempatan yang sangat baik untuk pembelajaran kolaboratif. Pertama-tama
pembelajaran di dunia virtual terbatas pada pertemuan kelas dan kuliah,
mirip dengan rekan-rekan mereka dalam kehidupan nyata. Sekarang
pembelajaran kolaboratif berkembang sebagai perusahaan yang mulai
memanfaatkan fitur unik yang ditawarkan oleh ruang dunia maya - seperti
kemampuan untuk merekam dan memetakan aliran ide, menggunakan model 3D dan
virtual worlds mind mapping tool.
- Pembelajaran kolaboratif di lingkaran tesisdalam
pendidikan tinggi adalah contoh lain dari orang-orang yang belajar
bersama. Dalam lingkaran tesis, sejumlah mahasiswa bekerja sama dengan
setidaknya satu profesor atau dosen, untuk bersama-sama melatih dan
mengawasi pekerjaan individu pada akhir proyek (sarjana atau magister
misalnya). Siswa sering beralih antara peran mereka sebagai co-supervisor
dari siswa lain dan tesis mereka sendiri (termasuk menerima pendapat dari
siswa lain).
Collaborative Scripts
Collaborative scripts adalah pembuat struktur dari
collaborative learning dengan membuat peran dan menengahi interaksi demi
fleksibilitas dalam dialog dan aktivitas. Collaborative scripts digunakan pada
semua kasus collaborative learning yang beberapa diantaranya lebih cocok untuk
face-to-face collaborative learning (biasanya lebih fleksibel) dan beberapa yang
lain ditujukan untuk computer-supported collaborative learning (biasanya lebih
banyak batasannya). Sebagai tambahan, terdapat dua tipe dari script:
macro-script dan micro-script. Macro-script ditujukan pada pembuatan situasi
dimana interaksi yang diharapkan akan terjadi. Micro-script dititikberatkan
pada aktivitas pembelajar individual.
Conceptual Components of Scripts
- Tujuan: membantu peserta (peserta
didik dan guru yaitu) bekerja sama untuk terlibat dalam proses kolaborasi
yang efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
- Aktivitas: Identifikasi kegiatan, dan
kendala yang mungkin, untuk menyelesaikan kegiatan. Kegiatan dapat
mencakup meringkas, mempertanyakan, memberikan argumen, mengajukan sebuah
klaim, dll
- Sequencing: Menjelaskan harapan dari
para peserta dengan menetapkan kegiatan yang harus dilakukan dan dalam
rangka apa.
- Pendistribusian Peran: Memperjelas
peran individu diasumsikan akan membuat pada seluruh aktivitas, peserta
terdorong untuk mengadopsi dan mempertimbangkan berbagai perspektif.
- Tipe Representasi: representasi
tekstual, grafis, atau instruksi oral secara eksplisit disajikan kepada
para peserta.
Penjelasan CL sangat baik. Mohon dilengkapi dg tugas, apakah dalam bentuk.skenario? Terimakasih.
ReplyDeleteKejelasan tentang collaborative learning ini apasaja?
ReplyDeleteMaksudnha Salah satu spesifikasi dari pembelajaran kolaboratif ini apa.
Kalau dilihat dari pembelajaran kolaboratif dia memiliki banyak tipe contohnya kooperatif tipe STAD?